WELCOME

Showing posts with label PERNYATAAN SIKAP. Show all posts
Showing posts with label PERNYATAAN SIKAP. Show all posts

Friday, September 25, 2020

PERNYATAAN SIKAP


PERNYATAAN SIKAP

Gerakan Rakyat Mahasiswa untuk Petani Miskin (GERAM TANI) NTT;
(LMND-DN Eksekutif Kota Kupang, AMP Kupang, Permmalbar, dan Individu Pro Demokrasi)
LAWAN SEGALA BENTUK PENINDASAN, DI BAWAH PEMERINTAHAN ANTI RAKYAT MISKIN
Hari tani yang diperingati pada tanggal 24 september setiap tahunnya, merupakan peringatan bagi seluruh rakyat tertindas dan terhisap di seluruh Indonesia. Pada tahun 60 (enam puluh) yang lalu merupakan sejarah penting di Indonesia yang mana ditetapkannya undang - undang nomor 5 tahun 1960 atau yang dikenal pokok - pokok agraria (UUPA 1960). Hal ini lahir sebagai upaya merestrukturisasi ketimpangan lahan yang dikuasai oleh segelintir orang atau kaum kolonalis pada waktu itu, stuktur agraria warisan kolonialisme di masa awal revolusi kemerdekaan menjadi problem pokok yang membelenggu kaum tani Indonesia. Penguasaan tanah didominasi oleh korporasi besar. Pemerintah Soekarno berupaya merombak kepemilikan tanah melalui penetapan undang-undang pokok Agraria nomor 5 tahun 1960. Hal ini menujukan dengan jelas bahwa upaya pemerataan struktur penguasaan tanah dapat mengangkat harkat kaum tani untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan bersama.
Pasca terpilihnya Jokowi menjadi Presiden, melalui pidato kenegaraannya, rezim Jokowi melegitimasi beberapa kebijakan yang tidak berpihak pada masyarakat, salah satunya melalui rancangan undang-undang Omnibus Law. Rancangan Undang-Undang Omnibus Law merupakan paket kebijakan rezim Jokowi-Amin, yang semakin memberikan kemudahan bagi investasi asing untuk masuk dan beroprasi di Indonesia. Dengan perizinan yang semakin dipermudah berdampak terhadap perampasan lahan secara sepihak dan semakin masif terjadi di Indonesia.
Jika rancangan undang-undang Omnibus Law sampai disahkan maka dampaknya akan dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat tertindas. Dalam sektor agraria misalnya, posisi kaum petani dan masyarakat adat akan semakin mengalami ketimpangan sosial. Perampasan lahan masyarakat untuk kepentingan investasi di tambah Hak Guna Usaha ( HGU ) untuk investor yang di tetapkan selama 90 tahun, akan menambah panjang daftar konflik agraria di Indonesia. Dalam catatan Korsosium Pembaruan Agraria ( KPA), di tahun 2019 terjadi sebanyak 279 letusan konflik agraria dengan luas 734.239,3 hektar yang berdampak pada 109.042 KK . Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, selama periode kepemimpinan jokowi terjadi 2.047 kasus konflik agraria mencakup sektor perkebunan, kehutanan, pertambangan, pesisir pulau-pulau kecil, pertanian, infrastruktur dan property.
Omnibus Law adalah produk yang menjamin dan melindungi kepentingan kapitalis monopoli asing, mengakomodir investasi asing masuk ke Indonesia dengan berbagai kemudahan deregulasi, debirokratisasi, serta penegakan hukum kepastian dan kemudahan berusaha bagi para kapitalis yang kemudian merampas hak buruh dan petani. Kebijakan rezim jokowi yang akan semakin memberikan kemudahan bagi investasi asing milik imperialis dengan memangkas aturan yang menghambat dan menerbitkan omnibus law sebagai solusi, namun Indonesia akan semakin mempertahankan statusnya sebagai Negara bagian ketiga yang bergantung pada investasi dan hutang luar negeri, penghasil bahan mentah pertanian dan pertambangan untuk diekspor, sementara kebutuhan dalam negeri dipenuhi dengan cara impor. Tidak cukup dengan mempertahankan kebijakan upah murah melalui aruran yang sudah ada dan lebih menghisap rakyat lebih dalam lagi. Kelimpahan pengangguran dipelihara sehingga kapitalis monopoli dapat mengeruk profit dan melakukan perampasan produk lebih (surplus produk) dari kaum tani di pedesaan, termasuk didalamnya system ketenagakerjaan, impor, hingga pengadaan lahan. Upah diatur hanya sebatas untuk menjaga kestabilan pasar komoditi yang terus mengalami over produksi, sedangkan harga pemenuhan kebutuhan hidup buruh terus meningkat Karena kran impor dan permainan harga, ini yang menyebabkan eksploitasi terhadap upah buruh semakin berlipat. Dengan adanya RUU cipta kerja atau omnibus law, maka control kapitalisme monopoli semakin menentukan orientasi pembangunan ke selurh aspek kehidupan. Melalui campur tangan pemerintah, imperialis akan terus mengontrol masalah agraria, ketenagakerjaan, migrasi, pendidikan, kesehatan. Salah satu perhatian mereka adalah penyelamatan industri keuangan dan perbankan disaat produksi mengalami stagnasi dan kemunduran.
Ancaman bagi kaum tani dan masyarakat diperdesaan jika RUU cipta kerja disahkan adalah semakin kuat dan insentifnya perampasan tanah dan pengokohan monopoli tanah dalam sitem pertanian terbelakang. Dominasi imperialisme di perdesaan tentu akan menghubungkan penetrasi kapitalnya hingga pelosok desa. Hal tersebut tentunya menguntungkan bagi konglomerat dan korporasi besar, namun merugikan kaum tani. Demi menyempurnakan program menjijikan bertajuk reforma agraria dan perhutanan social, pemerintah harus membuka lebar masuknya capital finansial yang semakin besar. Esensi program tersebut adalah sertivikasi dan redistribusi tanah terlantar dan bekas Hak Guna Usaha (HGU), pemerintah justru mendorong agar “menggadai” sertivikatnya untuk ditukar dengan kredit usaha. Dengan demikian sertivikat tersebut akan terancam melayang masuk ke brankas bank pemberi kredit, dengan penyederhanaan izin dan mempermudah investasi melalui RUU cipta kerja, maka penetrasi bisnis di sektor agraria akan semakin meluas .
Di NTT sendiri persoalan seperti yang di alami masyarakat (Besipae) yang tanahnya di rampas untuk kepentingan investasi, dan persoalan kepastian tanah bagi masyarakat WNI Eks Timor-Timor yang hingga hari ini belum di penuhi oleh pemerintah, adalah bukti bahwa pemerintah sebagai kaki tangan Investor tidak bisa menjamin kehidupan rakyatnya.
Dalam sektor tenaga kerja juga terdapat beberapa regulasi yang tidak berpihak terhadap kelas pekerja. Kelas pekerja akan semakin terhisap tenaganya. Hal ini dapat di lihat dalam Rancangan Undang-Undang Omnibus law yang memudahkan pengusaha melakukan PHK (pemutusan hak kerja) secara sepihak, sistem kerja kontrak atau outsorching yang semakin di perluas cakupannya, menghilangkan pesangon, tidak ada jaminan keselamatan kerja, fleksibilitas upah melalui aturan upah menurut jam kerja, waktu kerja yang semakin di perpanjang, serta cuti haid dan hamil yang tidak dilindungi bagi tenaga kerja perempuan. Selain itu mahasiswa yang juga merupakan buruh masa depan yang di persiapkan melalui sistem pendidikan, tidak luput dari bahaya Rancangan Undang-Undang ini.
Berdasarkan beberapa runtutan persoalan diatas, maka kami dari Geram Tani NTT, menuntut:

1.Tolak Omnibus Law
2. Segera sahkan RUU PKS
3. Segera jalankan UUPA N0.5 Tahun 1960
4. Stop PHK terhadap buruh
5. Stop perampasan lahan untuk kepentingan investasi
6. Segera tarik militer di tanah Papua dan tolak otsus jilid II
7. Cabut SK DO 4 Mahasiswa UNKHAIR Ternate
8. Segera bebaskan tapol pro demokrasi
9. Wujudkan pendidikan gratis, ilmiah, dan demokratis
10. Tolak Pilkada 2020
11. Segera kembalikan hak masyarakat adat Besipae
12. Segera selesaikan persoalan WNI Eks Timor-Timor
13. Stop kriminalisasi terhadap gerakan rakyat tertindas
14. Berikan jaminan produksi bagi petani (tanah, air, jaminan pasar, dan alat-alat pertanian yang modern) di NTT.

BELAJAR BERSATU DAN BERJUANG BERSAMA RAKYAT TERTINDAS